”Awalnya kami saling kenal melalui komunitas Punk di internet. Mungkin karena tertarik dengan musik Antipathy, Depress lantas mengajak kami untuk membuat album split (satu album dua band) yang diedarkan di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Saat itu labelnya adalah sebuah indie label dari Singapura bernama Broken Noise Record,” beber Eko.
Band yang saat ini dikawal oleh Eko pada drum, Catur sebagai vokalis, Anto pada Bass dan Yoyok pada Gitar ini merencanakan akan kembali merilis album indie di awal tahun 2009. Berisi 13 lagu, album ke empat Antipthy saat ini sedang dalam proses mixing terakhir di studia Delta di Malang.
Album keempat yang kemungkinan bernama Up The Punk itu tetap akan bertema kritik sosial dan politik dari sudut pandang Antiphaty. Selain itu juga akan bercerita tentang brother hood atau persahabatan dan cerita khas remaja pada umumnya. Tiga album band yang pernah menjadi band pembuka Exploited, sebuah band punk dari Swedia, dirilis antara tahun 1997 hingga 2007, antara lain W.A.R, Under Controll dan For The Scene.
Seluruh album sengaja di rilis secara indie atau independen dan dengan prinsip DIY. Sehingga dari proses rekaman, promosi, penjualan album hingga merchandise dilakukan antipathy sendiri tanpa melibatkan bantuan pihak manapun. Hal ini berbeda dengan album keluaran mayor label yang memiliki berbagai tenaga berbeda di masing-masing bidang.
Apakah merasa puas dengan indie label ? Antiphaty mengakui konsekuensi dari jalur indie yang mereka pilih, yaitu kurangnya popularitas dan terbatasnya dana dan tenaga yang membantu. Namun itu semua dipandang seimbang dengan idealisme bermusik mereka yang dapat tersalurkan secara penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar